Indonesia, sebuah negri yang terkenal dengan hutan hujan tropis yang sangat lebat. ditambah banyaknya pegunungan yang menjadi pasak bumi dengan isi kandungan perut bumi yang melimpah semakin lengkaplah kekayaan alam Indonesia. diantara kekayaan alam Indonesia, juga kekayaan budaya, adat istiadat serta tradisi yang diantaranya tidak dapat dijelaskan secara ilmiah melengkapi kekayaan di setiap penjuru negri ini. Gunung Raya Singkawang misalnya. Gunung dengan ketinggian 947 mdpl (meter diatas permukaan laut) yang masuk dalam gugusan pegunungan Kawasan Cagar Alam Raya Passi dan merupakan gunung tertinggi di dalam kawasan cagar alam Singkawang ini memiliki keanekaragaman flora fauna serta adat tradisinya.
Keanekaragaman hayati yang melimpah, dari pepohonan yang menjulang tinggi, hingga spesies lumut (bryophyta) dan spesies kantung semar (Nephentes) dapat ditemukan di daratan yang kemiringannya mencapai 70 derajat ini. Selain itu, ada satu flora endemik yang dapat ditemui oleh pendaki maupun penggiat alam bebas bilamana waktu kegiatan bersamaan dengan mekarnya bunga bangkai atau sering dikenal dengan bunga raflessia. Menurut ketua RT, Pak Asdi, Kelurahan Pajintan yang berbatasan langsung dengan kawasan cagar alam ini, masa mekar bunga bangkai pada bulan September-Oktober. Prediksi ini sesuai dengan yang kami temui di lapangan, bahwa saat pendakian dan upacara 17 Agustus 2015 di Puncak Gunung Raya, tim kami yang mewakili MAPALA UNTAN menemukan bunga bangkai yang tumbuh, namun masih dalam keadaan kuncup (belum mekar).
Selain keanekaragaman hayati, terdapat pula budaya dan kepercayaan serta ritual-ritual adat yang dilakukan dan dilestarikan sampai saat ini di puncak Gunung Raya oleh masyarakat desa atau kampung penyangga di sekeliling Kawasan Cagar Alam Raya Passi. Diantaranya Kampung Rantau Sebaju, selalu melaksanakan ritual adat di Gunung Raya. Ritual yang dilaksanakan dalam rangka bepadah (memberitahu/izin) sebelum masa tanam ladang/sawah, kemudiansyukuran setelah masa panen.
Selain itu, ritual dengan maksud dan tujuan lain juga masih dilestarikan sampai saat ini, misalnya ritual tolak bala atau ritual minta diturunkan hujan dan sebagainya. Kekayaan budaya dan tradisi ini bisa dilihat dengan adanya batu keramat yang dari sejak nenek moyang selalu dijaga masyarakat sekitar, batu keramat ini menurut Pak Asdi bernama ‘batu canai/canang’. Batu canang ini oleh masyarakat adat disimpan tidak jauh dari tugu triangulasi titik 120 Puncak Gunung Raya.
Tradisi ritual adat yang dilakukan selain dengan tujuan menghormati leluhur, juga memberikan sesembahan kepada penjaga pegunungan di kawasan ini, menurut Pak Asdi terdapat dewi yang berjumlah 7 putri dari kayangan yang menjaga kelestarian hutan Raya Passi ini, 7 putri dari kayangan ini oleh masyarakat sekitar diberi nama ‘Maniamas’. Sehingga siapapun yang mendaki, berkegiatan di kawasan ini harus menjaga sikap dan tingkah laku, perkataan dan tidak merusak kawasan agar terhindar dari murka penjaganya.