Batu
Daya atau Bukit Unta, sebuah nama tempat yang kedengarannya cukup
sederhana dan familiar di kalangan pencinta alam/penggiat alam khususnya
panjat tebing. Banyak kalangan yang bercita-cita memanjat tebing yang
indah nan menawan itu baik dari Kalimantan Barat, pemanjat dari daerah
lain di Indonesia maupun pemanjat mancanegara.
Tebing Unta boleh dikatakan atau dapat
dikategorikan sebagai salah satu tebing terbesar di Kalimantan Barat selain
Bukit Kelam bahkan masuk dalam kategori kiblat pemanjat nasional dan internasional.
Selain besar dan tinggi, Tebing Unta
juga Indah nan menawan dengan bentuknya yang unik, seperti unta. Namun ada yang
mengatakan juga seperti Kura-Kura serta berada di hutan tropis yang cukup
lebat.
Namun, bagaimana nasib tebing yang
menawan itu kini dan nanti ? Bagaimana nasib hutan tropis yang menjadi
penyangga dan peneduh tebing itu hari ini ?
Dua pertanyaan diatas seolah
menunjukkan ada sesuatu yang sedang dan akan terjadi disana. Eksploitasi dan
penebangan hutan seakan tak bisa dibendung, hampir sekeliling Tebing Unta sudah
tidak ada hutan, yang terlihat hanya sawit-sawit.
Banyak hal yang harus diperhatikan
oleh semua elemen dalam hal pembukaan lahan, termasuk dampak-dampak yang akan
disebabkan oleh kegiatan tersebut.
Hutan semakin gundul, global semakin
panas, banjir mulai merata dimana-mana, binatang-binatang pun punah secara
perlahan akibat habitatnya rusak. Selain itu masih banyak dampak negatif dari
pembukaan lahan untuk alasan apapun.
'Gue Locek'